Headlines

Social Loafing: Berkurangnya Kontribusi Individu dalam Kelompok

“Aku diem aja deh, kalo nggak ditanya.”

“Oh udah ada si A, pasti selesai tugasnya.”

 

Kita sebagai mahasiswa dalam kehidupan perkuliahan tentunya pernah menjadi anggota suatu kelompok, entah itu kelompok tugas, organisasi, atau kepanitiaan. Ketika sedang melakukan kerja kelompok, mungkin kita pernah berpikiran untuk menjadi lebih pasif dan mengerahkan lebih sedikit upaya daripada saat mengerjakan tugas individu. Kita beranggapan bahwa meskipun kita tidak memberikan banyak kontribusi dalam kelompok, tugas akan tetap selesai. Namun, jika tidak pernah terlintas pikiran-pikiran tersebut, mungkin kita pernah menemukan beberapa spesies, seperti “si beban kelompok”, “si numpang nama”, dan “si tiba-tiba ngilang kalo diajak kerja kelompok”. Nah, fenomena ini biasa disebut dengan social loafing.

Social loafing atau kemalasan sosial adalah kecenderungan untuk mengurangi upaya individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan dengan upaya yang dikeluarkan ketika bekerja sendiri (Williams & Karau, 1991). Myers (2012) menyatakan bahwa dalam social loafing, anggota kelompok cenderung bersikap pasif, memilih diam, dan membiarkan orang lain dalam kelompok untuk berusaha, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas kelompok. Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa individu sering kali mengerahkan lebih sedikit upaya pada tugas kolektif daripada tugas individu. Fenomena ini dapat menyebabkan konsekuensi negatif untuk kelompok dan anggota kelompok, bahkan menurunkan efektivitas kelompok.

Awal mula munculnya istilah social loafing dimulai dengan ditemukannya Ringelmann Effect dalam penelitian Max Ringelmann (1913). Ringelmann tertarik untuk melakukan penelitian mengenai cara agar para petani memaksimalkan produktivitas mereka. Penelitian dilakukan dengan meminta sekelompok orang menarik seutas tali. Ringelmann mengira dengan semakin banyak orang penarik tali, kekuatan yang dihasilkan juga semakin besar. Namun, penelitian tersebut justru menemukan adanya hubungan terbalik antara ukuran tim dan upaya yang dikeluarkan. Ringelmann mencatat jika jumlah anggota dalam kelompok bertambah, maka akan terjadi penurunan kinerja secara keseluruhan.

Social loafing menggambarkan seseorang yang tidak memberikan upaya maksimal terjadi karena keadaan dan berkurangnya motivasi (Kidwell & Bennet, 1993). Social loafing lebih mungkin terjadi ketika bekerja dengan orang asing, tugas yang dianggap memiliki keterlibatan pribadi yang rendah, tidak tersedia standar kelompok, dan tidak ada publikasi mengenai evaluasi atau feedback atas hasil kerja individu (Høigaarda et al., 2006). Hal tersebut diperkuat oleh hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa social loafing dapat terjadi karena kurangnya identifiability–identifikasi kontribusi individu dalam kelompok–, evaluasi publik, dan motivasi. 

Penelitian Liden et al. (2004) menunjukkan bahwa kohesivitas mempengaruhi social loafing. Kohesivitas adalah suatu keadaan ketika para anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap bertahan dalam kelompok (Robbins dan Judge, 2015). Ketika anggota kelompok tidak merasa dekat antar anggota, hal ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya social loafing. Sebaliknya, social loafing akan berkurang ketika anggota kelompok merasa dekat atau bersahabat antar anggota. Oleh karena itu, semakin tinggi kohesivitas kelompok, maka social loafing akan semakin rendah, begitu pun sebaliknya.

Kontribusi unik menjadi salah satu hal yang dapat mengurangi social loafing. Harkins & Petty (1982) menyatakan bahwa ketika seseorang melihat kontribusi mereka sebagai suatu hal yang unik, individu cenderung tidak bermalas-malasan. Terutama jika dalam kelompok tidak ada anggota lain yang dapat menyumbangkan kontribusi keterampilan yang sama. Individu menjadi kurang termotivasi untuk terlibat dalam kelompok karena berada dalam lingkungan saat terdapat orang lain dengan kemungkinan mau melakukan respon yang kurang lebih sama untuk stimulus yang sama (Myers, 2012).

Piezon & Donaldson (2005) merekomendasikan beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi social loafing, antara lain:

  1. Memperjelas peran dan tanggung jawab setiap anggota.
  2. Menetapkan jadwal atau tenggat waktu dan pencapaian tugas.
  3. Memberikan feedback yang berarti untuk individu dan kelompok.
  4. Membatasi jumlah anggota kelompok (tidak terlalu besar).
  5. Menekankan pentingnya kerja tim.
  6. Membuat individu memandang tugas mereka sebagai sesuatu yang berarti.
  7. Membuat individu merasa adil dalam distribusi tugas dan penghargaan (reward).

 

Penulis: Ivana Galuh Paramita

Editor: Angela Niwan Vidias Ratri

 

Referensi:

Harkins, S. G., & Petty, R. E. (1982). Effects of task difficulty and task uniqueness on social loafing. Journal of Personality and Social Psychology, 43(6), 1214–1229. https://doi.org/10.1037/0022-3514.43.6.1214

Høigaarda, R., Toftelanda, I., & Ommundsenb, Y. (2006). The Effect of Team Cohesion on Social Loafing in Relay Teams. International Journal of Applied Sports Sciences 2006, 18(1), 59–73

Kidwell, R.E., & Bennett, N. (1993). Employee propensity to withhold effort: A conceptual model to intersect three avenues of research. Academy of Management Review, 18(3), 429–456

Liden, R. C., Wayne, S. J., Jaworski, R. A., & Bennett, N. (2004). Social loafing: A field investigation. Journal of Management , 30(2)

Myers, David G. (2012). Social Psychology 10th Ed. Holand, Michigan: Mc Graw Hill.

Piezon, S. L., & Donaldson, R. L. (2005). Online Groups and Social Loafing: Understanding Student-Group Interactions. Online Journal of Distance Learning Administration, 8(4)

Ringelmann, M. (1913). Recherches sur les moteurs animés: Travail de l’homme [Research on animate sources of power: The work of man]. Annales de l’Institut National Agronomique, 2e série—tome XII, 1–40.

Rita, R., Mardhiyah S. A., & Fikri, M. Z. (2019). Kohesivitas dan Social Loafing dalam Pembelajaran Kelompok pada Siswa SMAN 1 Indralaya. Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember, 15(2), 220–231. https://doi.org/10.32528/ins.v15i2.1850

Robbins, S.P.; Judge, T.A. (2015). Perilaku Organisasi (Ed.16). Jakarta: Salemba Empat. 

Williams, K. D., & Karau, S. J. (1991). Social loafing and social compensation: The effects of expectations of co-worker performance. Journal of Personality and Social Psychology, 61(4), 570–581. https://doi.org/10.1037/0022-3514.61.4.570