Indonesia menjadi negara fatherless ketiga di dunia? Berita ini sudah santer terdengar di antara akademisi psikologi maupun khalayak umum. Fatherless atau father-absence tidak hanya sekedar kondisi ketiadaan ayah secara fisik, akan tetapi ketidakhadiran peran dan figur ayah dalam kehidupan anak (Djawa & Ambarini, 2019, pp. 64–75). Selama ini, fatherless atau ketidakhadiran ayah kebanyakan hanya berfokus pada dampak-dampak eksternal yang muncul. Contohnya, meningkatkan resiko munculnya perilaku antisosial (Pfiffner et al., 2001) dan permasalahan dependensi atau biasa dikenal sebagai attachment issue. Akan tetapi, jarang terdapat pembicaraan maupun pembahasan mengenai bagaimana fatherless atau ketidakhadiran seorang ayah dapat mempengaruhi self-esteem pada anak secara internal. Terlebih lagi, yang membahas keterkaitannya bagi anak perempuan.
Selain absennya figur ayah yang biasanya terjadi karena konflik keluarga, fatherless juga dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Figur ayah selama ini hanya dianggap penting sebagai teladan mengenai cara berperilaku dan pembimbing bagi anak laki-laki saja. Hal ini dapat terjadi karena adanya asumsi bahwa kedekatan orang tua dengan anak yang berlawanan jenis dianggap tidak penting. Menurut Starrels (1994), ayah biasanya tidak banyak terlibat dengan anak perempuan daripada ibu. Padahal, kedekatan ayah terhadap anak perempuan sangat penting terhadap psikologis anak perempuan yang nantinya memiliki korelasi dengan perkembangan self-esteem.
Menurut Frazier and Cowan (2020), ketidakhadiran seorang ayah berpengaruh terhadap self-esteem anak secara umum. Ia juga menyebutkan bahwa anak-anak perempuan yang tidak memiliki kehadiran seorang ayah pada usia sebelum menginjak dua tahun menunjukkan self-esteem yang rendah. Self-esteem dari seorang anak perempuan dipengaruhi oleh attachment yang dimiliki dengan ayah mereka. Anak perempuan yang memiliki attachment positif dengan ayah, memiliki perasaan self-worth dan value yang lebih tinggi.
Berdasarkan Yusmansyah et al. (2021), ketidakhadiran ayah dalam pembentukan self-esteem berdampak pada tingkat kepercayaan diri atau self-confidence anak perempuan. Hal ini membuat mereka mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial yang dimiliki. Contohnya, lingkungan pertemanan dan terutama hubungan dengan pasangan pria yang dianggap dapat menjadi tempat berkeluh kesah. Besarnya pengaruh oleh pasangan pria ini berkorelasi dengan adanya peningkatan resiko terjadinya seks bebas oleh remaja perempuan yang mengalami kehilangan figur ayah.
Rendahnya self-esteem akibat ketidakhadiran sosok ayah ternyata juga berdampak terhadap pencapaian akademis terhadap remaja perempuan. Kehadiran sosok ayah dengan memberikan verbal approval atau pujian menjadi faktor krusial dalam membentuk self-esteem yang positif. Bentuk keterlibatan ini membantu dalam menghadapi rasa insecurity pada perkembangan anak perempuan, sehingga dapat menjadi lebih percaya diri yang membuat anak memiliki keberanian dan kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan. Hal ini membentuk anak menjadi memiliki academic struggle yang mendorong mereka untuk mendapat pencapaian akademik (Zia et al., 2015).
Ketidakhadiran sosok ayah, baik secara emosional maupun secara fisik, nyatanya dapat memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan self-esteem pada anak perempuan yang berpengaruh terhadap keberlanjutan hidupnya. Rendahnya self-esteem akibat ketidakhadiran ayah dapat mempengaruhi anak perempuan dalam melakukan aktivitas-aktivitas berisiko seperti seks bebas dan rendahnya pencapaian akademik. Oleh karena itu, awareness mengenai pentingnya kehadiran figur ayah terhadap anak perempuan perlu untuk ditingkatkan lagi. Terlebih lagi, bagi teman-teman yang akan menjadi seorang ayah nantinya.
Penulis
Allodya Vanesh Marcella
Dyan Dhanandjaya Pambudi
Referensi
Djawa, K. R., & Ambarini, T. K. (2019). Pengaruh Self-Esteem terhadap Agresi pada Remaja dengan Father-Absence (Vol. 8, pp. 64–75). Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas A.
Frazier, D. M., & Cowan, R. G. (2020). The Correlation Between Attachment Style, Self‐Esteem, and Psychological Well‐Being of Fatherless Women Ages 25–55. Adultspan Journal, 19(2), 67–76. https://doi.org/10.1002/adsp.12096
Pfiffner, L. J., McBurnett, K., & Rathouz, P. J. (2001). Father absence and familial antisocial characteristics. Journal of Abnormal Child Psychology, 29(5), 357–367. https://doi.org/10.1023/a:1010421301435
Psikolog UGM Beberkan Dampak Minimnya Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan – Universitas Gadjah Mada. (2023, May 22). Www.ugm.ac.id. https://ugm.ac.id/id/berita/23757-psikolog-ugm-beberkan-dampak-minimnya-keterlibatan-ayah-dalam-pengasuhan/
Starrels, Majorie. E. (1994). Gender Differences in Parent-Child Relations. Journal of Family Issues, 15(1), 148–165. https://doi.org/10.1177/019251394015001007
Yusmansyah, Utaminingsih, D., & Kadaryanto, B. (2021). Research on Humanities and Social Sciences. Research on Humanities and Social Sciences, 11(16). https://doi.org/10.7176/rhss
Zia, A., Malik, A. A., & Ali, S. M. (2015). Father and Daughter Relationship and Its Impact onDaughter’s Self-Esteem and Academic Achievement. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, 4(1). doi:10.5901/ajis.2015.v4n1p311